Kamis, 01 September 2016

Kehilangan Tempat Berpulang

Pernah merasa jenuh ketika melakukan sebuah perjalanan? baik itu traveling, maupun urusan kerja?
jawabanya pasti "ya".

dan solusi untuk sebuah kejenuhan atau kebosanan yaitu dengan pulang ke rumah
suatu tempat yg belum tentu mewah namun selalu ramah.
rumah menjadi alasan, dia adl satu dari banyak benda mati yg di cintai
tempat berteduh oleh jiwa-jiwa  yg lelah berpeluh, lelah akan kesibukan duniawi.

di dalamnya terdapat sosok malaikat yg menjelma menjadi mahluk  kasat mata
seseorang yg sering aku sebut dengan nama ibunda

hampir semua orang dekat dengan sosok yg Allah sebut sebagai kunci sebuah ridho
walaupun tak sedikit yg kurang ajar dan sembrono.
sebagai perempuan dia di lengkapi dengan kelembutan hati
sifat yg belum tentu di miliki oleh para lelaki.

ada sebuah cerita mengapa aku menulis hari ini
karena beberapa waktu lalu ada sebuah tragedi ngeri.
bukan aku yg mengalaminya
ini adalah kisah seorang kawan yg menghadapi fakta.

sebuah kabar bertamu lewat telepon genggamnya
membawa berita duka atas di panggilnya seorang yg ia cinta.
seperti sebuah pukulan telak tepat di ulu hati
semua manusia pasti akan terjatuh ketika mengalami.
kabar tentang meninggalnya seorang ibu
sebuah drama tersedih yang sudah ada sejak dulu.

sekuat-kuatnya manusia akan menangis
bahkan dengan cara apapun tak akan pernah bisa menyembunyikan rasa sedih.
siapa yg tak lara di cambuk ribuan kali dengan kilatan petir
walaupun ia sadar semuanya adalah takdir.

di sisi lain belahan dunia
aku hanya bisa bersimpati dengan turut berbela sungkawa.
karena aku sadar luka itu tak ada manusia yg mampu mengobati
hanya Tuhan yang mampu membuatnya kuat, dengan tuntunanya agar iklas sepenuh hati.

atas kesedihanya, aku di tampar sebuah bayangan
bahwa suatu hari nanti aku juga akan merasakan
aku bergidik, merasa tak sanggup
karena selama ini ibu adalah teman paling setia selama aku hidup.

kemudian aku sadar akan besarnya sebuah dosa
atas luka-luka yg sejauh ini ku perbuat padanya.
berjuta khianat tlah aku perbuat sejak aku keluar dari rahimnya
menggores sebuah tinta hitam di dalam hidupnya.

aku belum sempat membuatnya bangga
apalagi mencipta bahagia untuknya, aku tak pernah merasa.
dengan segala keiklasan dan ketulusan ia membesarkanku
adalah alasan mengapa bahwa suatu hari aku harus membuatnya terharu.

atas jasa yg tak henti dia berikan, ia tak pernah menuntut balik.
tujuanya begitu sederhana,  ia hanya ingin aku menjadi manusia yg baik.
harapanmu sekecil itu, namun sejauh ini untuk mewejudkanya aku belum mampu
tp percayalah ekspektasiku untuk membahagiakanmu lebih dari targetmu.


kerut lelah di wajahmu menunjukan usia renta
dan pahitnya kenyataan bahwa aku belum bisa berbuat selayaknya.
Rayuanku kepada Tuhan seusai sujud ku lakukan
panjangkanlah umurnya, aku belum mampu kehilangan tempat berpulang.












DATANG PAS BUTUHNYA DOANG

Sedikit meluapkan tentang apa yg sudah lama saya resahkan. Menyoal relasi antara manusia dengan manusia Tentang realitas yang banyak terj...