Rabu, 15 November 2017

Antara Aku Kamu dan Tuhan

Materi yg tidak mudah akan di bahas dalam Tulisan kali ini.
yg sudah pasti beberapa orang teman yg mengetahui masa laku ku, akan mengira bahwa aku lagi-lagi membahas tentang perjalanan asmara yg selalu berakhir tidak bahagia (belum saatnya).

Dalam topik kali ini, sebenarnya bukan kemauan pribadi yang membuat jari-jari angkat bicara, namun seorang sahabat sedang mengalami sebuah kondisi, dimana ia di hadapkan dengan suatu keadaan yg sering membuatnya bimbang, dilema, bahkan lebih dari itu semua.

Pernah menjalin asmara dengan yg beda agama?
Tak pernah ada kesempatan untuk memilih kita akan jatuh cinta kepada siapa, dimana dan kapan.
sebuah kisah cinta yg kompleks jika dua orang saling jatuh cinta namun beda tempat untuk berdoa atau menghadap kepada Tuhan nya.

Awalnya semua terasa indah, sama seperti jatuh cinta kepada sesama pemeluk agama, karna kasmaran memang selalu menyenangkan, agama tak bisa menutupi kebagaiaan itu dengan ayat-ayat suci nya.

Di tengah perjalanan ada toleransi yg lahir karna rasa sayang, kamu tersenyum melihat aku sholat, aku iya kan ijin mu tiap minggu untuk acara kebaktian.
aku jemput kamu di depan gereja, kita berjalan entah kemana, yg jelas dengan mu akan mengahdirkan kebahagiaan.
di tengah hari tatkala kita sedang tertawa karena hal tak penting, atau terkekeh karena guyonan ku yg garing , kamu menunjukan jam tangan, mengingatkan ku sudah waktunya untuk menghadap pada Tuhan.
ku elus pelan rambutnya, ku tatap mata nya yg sayu, lalu aku pergi untuk menjawab panggilan Tuhan ku.

iya, sejak hari itu aku mulai benar-benar nyaman dan jatuh cinta, ingin hubungan ini lebih dari sekedar pacaran, namun harus beranjak ke level keseriusan.
toleransi terus berjalan dengan segala pikiran yg berkecamuk dalam diam.
kebersaam semakin banyak terbentuk, kompromi selalu mudah untuk kita hadir kan, menemani mu makan sate babi saat aku sedang menjalankan ibadah bulan ramadhan, dan kadang minggu pagi mu di gereja hanya sebentar, karna ingin menemani ku jogging mengitari lapangan.

Namun aku tau, perasaanmu sama sepertiku, ada getaran ragu, kebimbangan yg sudah sejak awal bertamu.
aku tau kamu juga merasakan hal yg sama, hanya saja di antara kita tak ada yg punya nyali untuk angkat bicara.
Dua insan yg tengah saling jatuh cinta, tak siap membicarakan kenyataan, karna mereka khawatir perpisahan akan jadi jawaban dari apa yg selama ini mereka pikir kan.

bodoh amat dan persetan, jalani dulu saja, toh sampai jenjang itu waktunya masih lama.
masih banyak hal yg ingin ku kejar, masih banyak obsesi yg dia ingin wujud kan.
soal mimpi kita bersama itu urusan nanti, yg jelas kini ada aku untuk menyediakan bahu ku saat  dia bersedih, dan mempersiapkan hati dan kuping ku untuk mendengar keluh kesah mu, aku tak ingin semua itu hilang, aku masih ingin jika menangis ada tangan yg memeluk dengan cinta, dengan kasih sayang, bukan nasehat-nasehat klise dari beberapa orang yg mengatasnamakan teman.



Katedral dan Istiqlal walaupun berbeda tapi bisa saling harmonis berdampingan, kalo mereka bernyawa siapa yg bisa menyangka kalau mereka tidak saling jatuh cinta  ????!!!!


Waktu tak bisa di hentikan, ia tak memiliki jeda terus berjalan membisikan bahwa usia ku tak lagi remaja, yg pacaran hanya untuk senang-senang.
semua orang selalu punya mimpi, dalam menjalin hubungan asmara selalu berakhir dengan bahagia.
pacaran lalu membangun rumah tangga, dan tentu nya harus dengan orang yg di cinta.


Disini lah fase terberat  itu di mulai, bahkan sedikit berani menyalahkan perbedaan.
mau tak mau di antara kita harus ada yg berani angkat bicara, mau di bawa kemana hubungan kita? 
aku merasa tak pantas mengajakmu memeluk keyakinan ku, dan hal mustahil bagiku untuk menganut agama mu.
"Seandainya berhak untuk meminta, aku ingin sejenak bicara pada Tuhan sebelum di lahirkan ke dunia"

Dramatisasi kisah sinetron dan film drama kini jadi nyata, mengantarkan ku pada sebuah pilihan berat, melepaskan orang yg di cinta, atau mencintai pencipta yg di cinta (?).

Sebagai orang beragama, tentunya logika ku sanggup membaca, bahwa jika tetap bersama adalah sebuah kesalahan, tapi alam bawah sadar selalu memaksa ku tetap bersikukuh, bahwa kalo memang cinta walaupun bagaimana masalahnya akan ada solusi untuk tetap bersama.

Dalam beberapa pertemuan berikutnya kita lebih sering saling diam, menjalani hubungan yg memang tidak di anjurkan oleh suatu norma yg sudah ada sejak kita di lahirkan.
di gariskan menjadi orang timur memang sedikit kesulitan untuk menerobos suatu perarturan yg jika agama dan negara tidak berkata -ya-.


Hubungan beda keyakinan memang tak pernah menjanjikan kepastian.
berhasil atau tidak itu perkara seberapa kuat kita menahan.
toh mereka yg seiman juga merasakan hal yg sama.
bahwa setiap hubungan akan di hadapkan dengan dua kemungkinan, antara berhasil atau justru nihil.

Bukan semata-mata soal keyakinan kita yg beda, perkara cinta itu sendiri juga masih terlalu abstrak untuk diterima.
cinta menawarkan dua hal yg berlawanan secara bersamaan, memanjakan kita dengan harapan, tapi menyiksa dengan kecemasan.

iya, cinta itu brengsek, sayang !



........... dan setelah sekian tahun............


Semua kisah harus ada akhir, dan logika ku jadi pemenangnya, semua yg tlah ku lalui akhirnya  rasionalitas mampu menjawabnya.
proses dan perjalanan kehidupan mengajarkan ku, bahwa apa yg sudah di gariskan Tuhan itu adalah mutlak ,tak ada sutradara terbaik selain sang pencipta alam.

Air dan minyak tak bisa bersatu, namun bisa berjalan beriringan,  namun sayangnya peribahsa pemersatu tersebut tak bisa di gunakan dalam hal sakral bernama pernikahan!
yg mana kita adalah insan, bukan minyak atau air yg tak memiliki hati dan pikiran!

Dalam suatu hubungan perbedaan memang selalu ada, dan konon kata nya perbedaan-perbedaan tersebut di ciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain, ah TAI!
perbedaan di ijinkan tp dengan porsi ringan, jangan terlalu banyak atau berlebihan, karena kadar pemersatu sangat sulit untuk di temukan.

Tapi dari semua yg tlah di lalui, jangan pernah ada yg di sesali, sampai detik ini aku sering tersenyum sendiri, tak pernah menyangka bisa menjalani kisah yg sehebat itu, melalui masalah sebesar ego ku.

Awalnya begitu perih harus berpisah karna perbedaan, tak ada benci di dalamnya, namun ada amarah besar dalam proses terjadinya, aku muak dengan kenyataan, memaki takdir yg tak berpihak, mengumpat dan menyalahkan jalan hidup, yg karenanya bahagia ku terenggut!

Ternyata, semua itu cuma soal waktu,,,,
Ia adalah resep dari segala obat, karena ada andil Tuhan di dalamnya.
Tuhan mengirimkan banyak lagi kisah yg beragam, kejadian -kejadian yg mengejutkan, dan secara tidak langsung dari itu semua ada anugerah yg di sampaikan untuk membantu ku lupa pada peristiwa yg sempat menimbulkan lara dan kecewa.

Dan di bagian akhir harus ada iklas, sebagai closing yg sempurna.








DATANG PAS BUTUHNYA DOANG

Sedikit meluapkan tentang apa yg sudah lama saya resahkan. Menyoal relasi antara manusia dengan manusia Tentang realitas yang banyak terj...