Senin, 19 Februari 2018

FEBRUARI DAN PACAR ORANG


Bagi jiwa-jiwa yang sudah terbiasa terluka
menyembuhkan cidera bukanlah hal tersulitnya
namun harus membuka hati kembali
merintis siklus yg sama kembali
memperkenalkan diri lagi
dan beradaptasi lagi

itulah hal tersulitnya
melelahkan dan membosankan sekali.

iya itu yg aku rasa kan tatkala harus berpisah dengan orang yg pernah ku ajak kondangan bareng, namun gagal bikin undangan bareng.
butuh waktu tidak sebentar untuk melupakanya, hingga aku menyerah untuk mencapai titik berat tersebut, karna itu sangat mustahil bagi manusia mana pun, untuk melupakan kenangan indah itu tidak mudah.
dan realistis saja akhirnya yang bisa  lakukan hanya lah tidak memikirkanya.

waktu membawa ku berpetualang ke beberapa hati yg niat nya ingin ku jadikan penggantinya, tapi fakta di lapangan tdak mudah seperti teori duduk sembari ngopi, yg sering ku dendangkan bersama teman-teman haha
mungkin yg membuat proses pencarian ini terasa sulit karena cermin sebagai alat rfeleksi sekaligus  intropeksi aku abaiakan.
kadang selera ku ketinggian dan bisa di bilang sedikit tidak wajar haha.
apalagi usia segini yg memang relasi semakin menyempit dan waktu luang jarang di temukan.

lalu aku mulai terbiasa sendiri, pencarian atas pasangan hanyalah sampingan di dalam kegiatan ku mencari uang.
memang di bandingkan waktu dulu, sekarang aku adalah orang yg lebih sibuk.
faktor usia menjadi pengaruh besar, apalagi peluang atas rejeki bisa di katakan sedang lumayan lancar.

hingga takdir membawaku kembali ke relasi lama, seorang kenalan yg pernah aku jadikan target sasaran, yg dulu tak sempat dekat, tiba - tiba hari itu entah bagaimana ceritanya saling berbalas pesan terbuat.

singkat cerita aku memantabkan rasa, dengan ingin kenal lebih jauh tentang dirinya.
sok perhatian dan beragam modus ku lakukan untuknya.
mulai dari gaya pedekate klise jaman dulu yg cupu, atau menggunakan gaya ku yg cenderung menyukai sastra dalam mengungkapkan rasa.

namun pada akhirnya suatu info ku temukan, bahwa ternyata dia tlah memiliki pacar.
sumpah aku sempat lemas dan ingin menyerah, tapi kalo aku mundur sebelum perang sama saja aku pecundang, atau lebih tepatnya sudah kepalang basah maka mandi sekalian.

lalu lahir lah sebuah pembelaan, yg sering di lakukan orang-orang khilaf untuk menutupi aibnya apa bila salah langkah : alah baru pacar, begitu menurutku waktu itu haha
maju terus saja, cari celah untuk masuk, tinggal lah sedikit lebih lama, dan apabila dia putus dengan pacarnya setidaknya aku tidak keduluan yg lain, apabila perjuanganku ini di anggap sayembara.

kami terus kontak, dan ku rasa saat itu bisa di kata kan cukup dekat, enggak tau kalo menurut dia
dan ku rasa ku tlah jatuh cinta, enggak peduli dia kepadaku gimana rasanya

yg ku kecewa dari kedekatan ini hanya lah jarak.
fyi : dia adalah seorang fighter yg tengah berkerja di kota bengawan

kadang aku rindu untuk bertemu, tapi sayang seringkali jarak dan waktu tak bisa di ajak kerja sama.
terhalang oleh jarak  membuat ruang gerak ku menjadi terbatas, sekedar untuk membangun relasi secara nyata dengan berbincang langsung itu tidak mudah.
karena pada dasarnya prinsipku yaitu hanya dengan action di dunia nyata maka chemistry denganya menjadi tercipta.
maka saat dia tengah pulang dengan sangat sigap segala rayuan ku coba kerahkan, untuk sesaat saja agar aku bisa bertatap denganya, dan benar saat bertemu aku semakin cinta haha






lambat laun di saat rasa ini tumbuh berkembang, suatu malam secara terang-terangan aku mengungkapkan rasa, bahwa kau tertarik kepadanya.
tentunya tanpa meminta nya untuk menjawab, aku hanya sekedar bilang.
entah kenapa waktu itu hal semacam itu ku lakukan.

dari sikap dan pernyataan yg sudah aku tunjukan, maka suatu status alami lahir di tengah hubungan ini, yaitu friendzone.
aku pernah bilang kepadanya, jika di hari depan dia tak berhasil ku dapatkan, maka dengan segala kedewasaan akan aku terima dengan lapang dada, dan tidak akan ada kecewa yg menimbulkan lara dan berefek permusuhan.

tapi dengan segala hormat aku tetap menghargai cowonya, aku tak pernah ada niat untuk merusak hubungan mereka, biar dia saja menjalaninya dengan senatural mungkin.
apabila dia dan cowo nya tak berjodoh kan berati Tuhan memberikan ku peluang haha

namun rasa itu tentang perasaan, tak bisa di bohongi, lambat laun aku makin sayang.
dan entah kenapa mulai ada rasa cemburu yg kian mengendap.
aku mulai gundah saat ia tak membalas pesan, aku bersedih ketika apa yg aku sampaikan di abaiakan.

padahal jika di runut dari awal, aku sama sekali tak berhak untuk mempunyai rasa itu.
tapi lagi-lagi bahwasanya cinta  mematikan nalar.
dalam perjalananya sengaja aku tahan cinta yg betepuk sebelah tangan, namanya juga perjuangan.

dan tanpa mengesampingkan segala kekurangan pada diri ku sendiri, akhirnya aku goyah, di suatu hari komitmen ku untuk tidak kecewa mulai tumpah.

ada suatu masa dimana kehidupan sosial ku sedang tidak baik-baik saja, dan di waktu yg sama aku juga harus terus memperjuangkan ego ku untuk mebangun fondas usaha mendapatkanya.
di waktu yg bersamaan otomatis akhirnya aku menjalankan dua peran, aku tetap mencoba mengaspresiasi yg ia lakukan, menjadi pendengar ada kendala apa dalam kehidupanya, dengan harapan semoga saja aku bisa berkontribusu membantu setiap masalah nya.

ternyata pekerjaan yg dobel itu tidak mudah di jalani, aku juga tengah di rundung masalah dalam tengah pekerjaan yg benar-benar lelah.
lalu aku berharap dia sedikit cemas dengan apa yg tengah aku rasakan, aku butuh support dari orang yg aku sayang, karna  sepertinya hanya itu yg bisa membangkitkan gairah positifku untuk melawan kerasnya kehidupan.

tapi apa daya, ia tak peka terhadap apa yg aku rasa, aku pancing lewat sosial media dia tetap diam saja, karena untuk bicara mengeluh langsung aku sadar akan posisi ku.
faktanya rasa yg ia punya tak sama dengan yg aku beri kan kepadanya, ia masa bodoh dengan yg aku alami, dia acuh terhadap masalah yg sedang aku hadapi.
benturan dua rasa rasa tersebut membuatku murka, aku kata kan semua keluh kesah ku kepada nya, akhirnya terbongkar bahwa pertahanan ku  sebenarnya sudah rapuh sejak dulu.

dan di waktu yg bersamaan, aku sadar bahwa apa yg aku katakan kepadanya adalah salah.
karna posisi aku dan dia berbeda, dan rasa ku kepadanya adalah tak sama.
aku menyesal tlah berbuat demikian, tapi di sisi lain kondisi ku yg tengah rapuh tak bisa menerima karena aku berprasangka bahwa aku di rendahkan.
mungkin sebenarnya tidak demikian, tapi saat itu kondisi ku tengah kacau.


sejak hari itu aku menjauh, mencoba bersikap sama seperti yg ia lakukan , yaitu biasa saja.
bukan berarti tak lagi sayang, hanya saja aku bermain aman untuk tidak terus terluka dalam keadaan yg tidak imbang.
di balik layar aku masih mengharapkanya, dari jauh doa ku masih tentang nama nya.
kadang saat melihat lini masa sosmed tentang dia, yg sepertinya tengah bersedih, aku ingin ada, bahkan aku ingin datang, tapi aku lebih memilih diam, untuk menjaga perasaan ku sendiri agar tak terluka, karena aku trauma merasa di abaikan.
...............





hingga tiba dimana hari aku dengar  bahwa dia akan pulang.
harap-harap cemas aku bersiap menyambutnya, karna aku merasa yakin dengan bertatap muka aku lebih di hargai, aku menyangka bisa menunjukan dominasi ku sebagai seoarang lelaki.

aku berandai-andai mengatur jadwal, membuat planing dadakan yg menurutku akan berhasil jika aku tawarkan.

senin malam saat sedang lembur berkerja, kabar darinya datang, bahwa ia tlah tiba.
aku bahagia sekaligus deg-deg kan, karena hanya 2 hari bisa dirumah, begitu katanya.
bagaimana tidak, posisi ku saat itu tengah ada deadline pekerjaan, yg apabila di selesaikan malam itu juga tak akan kelar, yg artinya kesempatanku untuk besok bisa menemuinya akan hilang.

alih alih mencari alasan untuk libur esok hari, malah sebelum mata terpejam aku mendapat info menyebalkan, bahwa pekerjaan ku yang begitu banyak harus secepatnya di selesai kan.
seakan mempertegas bahwa hari pertama dia di rumah adalah kesialan ku, karena tidak akan dapat menemuinya.
bagi nya mungkin tak apa, bukan soal dan biasa saja, tapi bagi ku yg tengah jatuh hati, ini adalah bencana !

pagi hari aku bahagia, mendapat kabar dari mu yg sepertinya begitu ceria tatkala berada di tanah kelahiran, tapi di sudut bumi lain aku tengah bersedih, karna hari itu denganmu aku tak bisa jumpa.
dan pada akhirnya dalam perjalanan berangkat kerja hanya gelisah yg menjadi teman.



dalam perjalanan imajinasiku ngelantur, nulis seakan akan kamu adalah milik ku haha




di tengah pekerjaan aku mencoba mencari kabar tentang apa yg dia lakukan, sama seperti biasanya dia mebalas datar.
ku coba menawarkan esoknya untuk jalan-jalan, namun dengan berbagai alasan di tolak secara halus dan rasional.

mungkin tempatnya kurang menarik dan beberapa faktor tidak mebuatnya tergiur untuk tertarik.
dalam perjalanan pulang  ku berfikir keras, bagaimana cara agar aku bisa bertemu denganya, membangun chemistry seperti tujuan awal ku, tak apa kau denganya, asal bisa jalan denganya sekali saja aku bisa sedikit bernafas lega, melepaskan keraguan bahwa apa yg selama ini ku lakukan tak sia-sia.

sudah aku niat kan tak lagi berharap lebih, sudah ku pelajari skema agar  konsisten tidak terbawa perasaan yg kurang jernih.

nyaris tengah malam aku sampai rumah, namun baru berapa opsi yg aku ajukan darinya belum ada kesepakatan.
bahkan sepertinya sudah di abaikan, karna aku melihat kolom chat nya masih online, namun pesan yg aku kirim tak kunjung berubah menjadi  centang dua biru hehe.

hingga pukul satu aku masih bingung, namun ada optimisme bahwa besoknya sebelum dia kembali berangkat ke kota tempat ia bekerja, aku yakin dia akan mengiyakan ajakan ku.

lalu ku kemas perlengkapan yg kiranya besok akan dibawa sebelum tidur, berdiri di depan cermin dan memutuskan si kumis tipis juga harus di cukur.

jam 5 pagi alarm yg sengaja ku setel lebih awal berbunyi.
setelah sholat dan berdoa agar keinginan ku di kabulkan, seperti biasa aku ngopi sembari menanti mentari, sekaligus menunggu kabar darimu untuk konfirmasi.
sebenarnya yg aku sendiri masih begitu ragu, atas apa yg aku yakini bahwa dia akan mau.

hingga pukul tujuh pesan ku belum di baca olehnya, mungkin masih tidur karena kemaren setelah melepas rindu dengan keluarganya ia kecapean, pikir ku hehe

dengan sedikit optmisme yg berlebihan tepat pukul delapan aku memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap, bodo amat tentang keputusan, yg penting usaha nya dulu, ujarku dalam hati dengan getir.

ibu yg tengah melihat aku mengepak beberapa barang pasti mengira aku akan berangkat bekerja, lantas ia menyiapkan sarapan.
aku tolak karena ada harapan jika dia bersedia jalan denganku, maka makan bersama mu pasti lebih spesial.
oh iya, hari itu aku ijin untuk libur, selain sudah tak lagi ada pekerjaan yg urgent, aku juga tak ingin jika tidak memberi tau akan berpergian, takutnya di tengah perjalanan di telpon untuk urusan pekerjaan.

pukul sembilan saat acara tv tengah menonton aku yg sedang memain kan pola layar gadget, datang lah pesan dari nya.
mengabarkan bahwa baru saja terbangun.
oke tak apa pikirku, toh hak dia juga mau bangun jam berapa pun.

pesan ku semalam akhirnya tenggelam oleh basa basi pagi.
akhirnya ku ajukan penawaran lagi, dan dia belum bisa memastikan karna masih ada beberapa urusan yg harus di selesaikan.

aku hanya tak ingin memaksa, maka aku sudahi proposal yg tidak resmi itu.
dia pergi meninggalkan ku yg tengah tersenyum sumringah kagum atas perilaku semesta yg semena-mena.

aku menunggunya merampungkan segala urusanya, dengan berharap setelah itu aku terlihat, nampak di matanya dan di lihat oleh hatinya.

satu jam kemudian ia tetap tanpa kabar, dan aku yg sudah mandi dan ganti baju akhirnya ketiduran.


dua jam setelahnya aku terbangun, melihat beberapa notif yg ternyata tak ada namanya.
aku baik-baik saja, karena sadar di pertengahan hari hanya sedikit waktunya dirumah  yg tersisa.

satu jam kemudian aku melihat bahwa pesan terakhirku telah bercentang dua biru, namun tanpa balsan yg membuat ku tersenyum  penuh haru.

pikir ku mungkin ia telah kembali berangkat, meninggalkan ku yg terpana terhadap kebodohan ku sendiri, bahwa kesalahan lama tlah aku ulangi.
kesimpulanya berharap lebih namun tak terlaksana hanya lahir sakit hati.

dia tidak bersalah, sama sekali tidak.
ini hanya tentang kekecewaan pada diri sendiri.
dari ambisi ku untuk memiliki atau berharap sesuatu  yg bukan hak ku.

lantas aku berfikir, kenapa lagi-lagi aku di abaikan?
aku mendapatkan jawaban seperti kejadian dulu, bahwasanya rasaku dan rasanya tidak sama.
aku hanya di anggap sebagai temanya, sedang aku malah sudah bercerita kepada ibuku bahwa aku tengah jatuh cinta
gila? IYA !

aku menghargai penolakanya yg mengabaikan ku, mungkin ia sedang menjaga martabatnya di hadapan pacarnya, kalo dia mau walau sekedar jalan mungkin dia berpikir akan menghianati pasanganya.


tak ada lagi luka yg berlebihan, hanya sedikt perih namun aku yakin akan lekas sembuh.
karna aku sadar bahwa selama ini dan semua ini adalah murni kesalahan ku.











HATI-HATI DI JALAN
BAIK BAIK DISITU
                


            wonosobo 28 februari 2018





















DATANG PAS BUTUHNYA DOANG

Sedikit meluapkan tentang apa yg sudah lama saya resahkan. Menyoal relasi antara manusia dengan manusia Tentang realitas yang banyak terj...