Selasa, 31 Oktober 2017

kamuflase Matrealisme Menggunakan Cinta

Seberapa sering di kalah kan realita? di pecundangi kenyataan, di injak-injak kemudian di ludahi.
hal-hal yang demikian sedikit banyak saya pernah alami salah satunya.
di saat Tuhan menentukan bahwa garis kehidupan tak mudah seperti yg di impikan banyak orang, selalu ada pemandangan kemewahan yg selalu tersaji di depan mata, sesuatu yg tak di miliki, jauh dari apa yang di punya, bahkan sekedar bermimpi pun tak berani.
Bergelimang harta selalu jadi juara, di pilih disana sini memilih kesana kemari, memilih apa, memilih siapa, mau ini, enggan yg itu.
Berbeda dengan orang-orang di golongkan dalam kategorikan kaum marjinal.
pepatah kuno pernah bersuara "bagai pungguk yang merindukan bulan", bagi golongan menengah ke bawah seakan mustahil untuk meniru para orang yg punya segalanya, harta, kekuasaan, dan sesuatu yang sangat di agung kan manusia pada umum nya.
Kesenjangan sosial tercipta dari dua hal yang bertolak belakang tersebut, tentunya yg memiliki segalanya akan sangat di hormati, di perlakukan istimewa, dan sebaliknya si miskin akan di pandang sebelah mata dan di anak tiri kan.
Sulit rasanya sebagai golongan kecil harus membahas masalah ini, sangat rawan di kata kan iri, di pandang sebagai si lemah yg suka mengeluh, dan juga bisa di judge menjadi orang yg tak pandai bersukur.
Namun yg namanya keresahan atau unek-unek ada baiknya di keluarkan, dan lebih baiknya lagi dengan cara yg menarik dan elegan.
Lewat media tulisan ini adalah opsional terbaik yg saya pilih, untuk mentransformasikan apa yg selama ini (golongan kecil) rasakan.
Apa yg melatar belakangi tulisan ini di buat?

Jika ada pertanyaan seperti atas, akan ada sedikit beragam jawaban yg akan saya ulas.

Yg pertama tentang pengalaman pribadi, yang sangat sesuai dengan deskripsi blogg ini, yaitu pendapat atau opini yg subjective, maka dari itu siapa saja berhak menyalahkan atau tidak setuju.
Dengan memasang wajah tembok tebal saya terpaksa mengakui bahwa saya baru saja di pecundangi oleh seorang wanita, ia lebih memilih pria kaya tapi tua, di bandingkan saya atau pria lain yg usianya tak jauh dr dirinya.
beberapa waktu yg lalu saya sering sharing dengan beberapa orang teman, berbagi argumentasi dan menyimpulkan bahwa matrealisme dalam fakta yg akan saya kemukakan sangat ketara.
status sosial menjadi alasan utamanya, bergelimang harta menjadikan pria tua itu di pilih, dari beberapa sumber yg cukup valid, si pria adalah seorang bos besar, memiliki beberapa usaha yg sangat menjanjikan.
selain minus usia yg sangat berbeda jauh, ia juga seoang suami dr wanita yg tlah memiliki 3 anak dr pernikahan pertamanya tersebut.
"lalu beberapa opini muncul ke permukaan, kalau yg namanya cinta tak memandang status sosial, harta, ataupun usia, bisa jadi kan si wanita tersebut memang benar-benar menaruh hati, tak ada maksud dan tujuan lain dalam hubungan tersebut?"
Masih berlaku kah omong kosong bijak di atas? bukan kah lebih terdengar atau terlihat seperti pembelaan pribadi si wanita untuk menutupi ambisinya?
melihat fakta di lapangan, saya sangat berani menyimpulkan tak ada rasa cinta dari si wanita untuk pria tua tapi kaya tersebut haha
yg ada hanya perasaan kekaguman tentang kepemilikan materi dari si wanita kepada si pria yg jarang di miliki oleh beberapa orang, terutama di lingkunganya, semua itu menimbulkan sebuah nafsu dan ambisi ingin terlihat sebagai orang dengan status sosial yg mentereng, melalui harta benda yg ia dapatkan setelah berhasil menggndeng si pria tersebut.
Alasan terkuatnya adalah saya mengenal cukup baik dan dekat si wanita tersebut.
suatu malam ia pernah mengajak diskusi tentang pernikahan yg mengarah ke poligami, ia menyatakan setuju terhadap keputusan poligami seorang laki-laki, alasannya `;
untuk seorang pria adl lebih baik mempoligami seorang istri daripadi di talak atau menceraikanya.
kalau hukumnya memang lebih baik seperti itu it's oke, tp yg namanya hati nurani, terlebih seorang wanita apakah ia rela di madu? di dua kan dan setuju?
terkecuali kenapa ia setuju ? karna ia adalah pihak ketiga yg menjadi opsi kawin dua kali dari seorang lelaki tua yg kaya raya !!
Lanjut ke sebuah asumsi yg cenderung ngata -ngatain orang ini hahaha
``Ia (si wanita) adalah seorang pemeluk agama *** dan beberapa minggu setelah ia membela keputusan lelaki berpoligami tsb, lalu pindah menjadi agama *** . WTF !!!''

Dari dua cerita di atas saja skenarionya sangat mudah untuk di baca, kemana arah ia menjalani keputusan-keputusan yg sebetulnya sangat berat, namun bisa di lakukan begitu saja, tanpa waktu dan pertimbangan yg tidak bisa di katakan lama.
Sebagai penguat opini saya tambahkan beberapa fakta. di beberapa media sosial yg saya amati, sejak si wanita ini mengenal pria yg kaya raya tersebut gaya hidupnya cenderung berubah, yg tadinya biasa saja tiba-tiba berubah menjadi glamour.
beberapa fasilitas mewah ia dapat dan rasakan dengan mudah, lalu apa yg sedang ia lakukan ia tunjukan, apa yg sedang ia jalani bilamana berbau dengan kemewahan ia pamerkan!!
bagi saya yg mengenalnya belum dengan tabiat seperti itu, hal semacam ini sangat menjengkelkan!!!!
Ia terlamapu sering memakerkan ungkapan betapa ia sangat mencintai lelaki tsb, kalimat kalimat alay dan penuh omong kosong di kumandangkan, seolah-olah ingin menggambarkan betapa ia teramat mencintai pria yg berpoligami tersebut.
padahal jika cerdik dan tau dari awal bagaimana kronologis alur ceritanya, sangat mudah untuk di nilai bahwa ia menggunakan kata-kata cinta sebagai tameng atas matrealisme yg ia sembah!!!
spesifik tentang foto yg mereka berdua yg di unggah di media sosial, yg sampai sejauh ini dari puluhan foto belum pernah ada wajah laki-laki tersebut terpajang secara utuh?
ada apakah ini?
malu kah dengan suaminya yg tak lagi muda? (yang penting kaya)
atau malu kah ia jika sampai suaminya ketahuan mukanya dan publik akan mengenali, yg ternyata ia adalah seorang lelaki yg sudah berkeluarga, lalu si wanita akan di cap sebagai perusak bahtera rumah tangga sebuah keluarga dengan 3 orang putra?
___________________
Lihat bagaimana harta benda menguasai dunia, mengubah sifat, mempengaruhi seorang wanita yg tadinya memiliki idealisme tinggi kemudian di gadaikan begitu saja, lalu dengan sangat mudah menjual agama nya, menukar dengan sebuah status sosial bernama materi !!

Bagi wanita yg menyukai gaya hidup mewah akan sangat tidak setuju dengan tulisan saya, karna baginya materi adalah segalanya.
tak semua pria juga akan setuju dengan tulisan ini, yg memang tidak terhormat , terkhusus bagi pria yg punya banyak warisan dari orang tua yg menunjang kemapananya, dan merasa bisa memenuhi nafsu materi para wanita yg membabi buta.

Dengan nada angkuhnya para wanita akan berkata : beli beras (mobil) emang bisa pake cinta?
untuk hal-hal semcam itu kami para pria yg sedang berjuang juga tau dan sangat mengerti bahwa uang juga di perlukan, dan kami juga berkerja untuk mendapatkan itu, dan akan bertambah sangat menyenangkan bila dalam perjalananan menuju kesejahteraan tersebut ada wanita yg menemani dari titik terendah?
tapi sayang sekali di era yg serba cepat ini sepertinya kesejahteraan yg instan juga sangat di dambakan para wanita yg sudah bosan hidup susah, memiliki tampang sedikit menarik langsung menjadi pemilih, merasa pantas mendapatkan yg lebih.

Tapi bagi para orang-orang yg menyukai hidup sederhana, tentu cara pandangnya juga akan berbeda, saya yakin akan setuju dan berkata ya!
selain karna hanya itu yg mereka punya, perjuangan dan proses atas apa yg mereka impikan adalah sebuah jalur pilihan yg terhormat.
dedikasi waktu dan kerja keras terdapat dalam prosesnya, keringat dan tangisan memberi warna dalam perjalananya, lalu di tutup menggunakan hasil, yg selama ini tlah di perjuangkan sendiri.
memang tak selamanya proses setia terhadap hasil, namun setidaknya tak menghianati proses dan memilih jalur pintas, sebuah jalan yg sangat tidak layak, khususnya para pemuda karna hanya idealisme satu -satunya kemewahan yg ia miliki, karna harga diri itu di pertahankan, bukan di jual untuk mendapat status sosial !!!!!!

..........................................................
and the last
Banyak cewek menolak disebut matre dengan dalih bahwa tidak ada wanita yang mau diajak susah. Tetapi, matre dan realistis itu dua hal yang berbeda dan sesungguhnya bisa dengan sangat mudah dibedakan. 
Tentu sah-sah saja bila ada seorang cewek mengatakan bahwa ke-matreannya adalah sebuah tuntutan realitas, namun mereka juga harus tahu bahwa sesunguhnya tidak ada jenis realitas apapun yang mewajibkan seorang wanita untuk matre. 
Jangan asal percaya pada kata sok intelek yang berbunyi “realistis”.
Banyak yang menutupi kematreannya dengan kedok realistis.
Semoga saja dengan penalaran dan analogi sederhana diatas tadi kita semua jadi bisa membedakan keduanya.
Matre itu tentang pilihan, tapi menjadi realistis itu adalah sebuah keharusan




DATANG PAS BUTUHNYA DOANG

Sedikit meluapkan tentang apa yg sudah lama saya resahkan. Menyoal relasi antara manusia dengan manusia Tentang realitas yang banyak terj...